Wednesday, January 2, 2013

SMAW


Mesin Las

Mesin las ada dua macam, yaitu:
1. mesin las DC (Direct Current – mesin las arus searah)
2. mesin las AC (Alternating Current – mesin las arus bolak-balik)

Pemasangan kabel skunder, pada mesin las DC dapat diatur / dibuat menjadi DCSP (Direct Current Straight Polarity) atau DCRP (Direct Current Revers Polarity).

DCSP (Direct Current Straight Polarity)

Apabila kabel elektroda dihubungkan kekutub negatif mesin, dan kabel masa dihubungkan kekutub positif maka disebut hubungan polaritas lurus (DCSP). Pada hubungan DCSP, panas yang timbul, sepertiga memanaskan elektroda dan dua pertiga memanaskan benda kerja. Berarti benda kerja menerima panas lebih banyak dari elektroda.

DCRP (Direct Current Revers Polarity)

Apabila kabel elektroda dihubungkan kekutub positif mesin, dan kabel masa dihubungkan kekutub negative maka disebut hubungan polaritas terbaik (DCRP). Pada hubungan DCRP, panas yang timbul, dua pertiga memanaskan elektroda dan sepertiga memanaskan benda kerja. Berarti elektroda menerima panas yang lebih banyak dari benda kerja.

Kita dapat menggunakan DCRP dengan melihat keadaan yang bergantung pada :

  • bahan benda kerja
  • posisi pengelasan
  • bahan dan salutan elektroda
  • penembusan yang diinginkan


Pada mesin las AC, kabel masa dan kabel elektroda dapat dipertukarkan tanpa mempengaruhi perubahan panas yang timbul pada busur nyala.

Kelebihan menggunakan mesin DC :

  • busur nyala stabil
  • dapat menggunakan elektroda bersalut dan tidak bersalut
  • dapat mengelas pelat tipis dalam hubungan DCRP
  • dapat dipakai untuk mengelas pada tempat-tempat yang lembab dan sempit


Kelebihan menggunakan mesin AC :

  • busur nyala kecil, sehingga memperkecil kemungkinan timbunya keropos pada rigi-rigi las
  • perlengkapan dan perawatan lebih murah


Besar arus dalam pengelasan dapat diatur dengan alat penyetel, dengan jalan memutar handle menarik atau menekan, tergantung pada konstruksinya. Besar ampere yang dihasilkan mesin dapat dilihat pada skala ampere.

A. Penyetelan

Perangkaian yang baik diperlukan untuk mempermudah penyetelan kampuh terutama untuk benda-benda yang ukurannya besar. Selain itu kemungkinan perubahan bentuk yang terjadi akibat panas selama pengelasan berlangsung dapat dihindarkan / dikurangi. Untuk itu diperlukan terutama kelem C, pasak, baut, jembatan, rantai, dan lain-lain

Dalam memanjang kampuh, benda kerja harus dibiarkan supaya dapat memuai dengan bebas. Untuk menyetel / mengepas dua ujung plat yang telah dirol, atau plat datar dipergunakan kelem C, rantai, dan pasak. Untuk menyetel sambungan siku dipergunakan kelem siku dan pasak.

Menyetel dengan memakai baut dan kelem datar

Cara menyetel jarak kampuh (kampuh V terbuka/ V tertutup) dengan memakai baut. Cara menyetel/meluruskan sambungan dengan memakai pasak. Untuk mengatasi pelentingan pelat. Untuk menarik benda kerja ke posisi yang diinginkan dengan memakai baut, sebelum maupun selama mengelas. Cara menekan benda ke posisi yang diinginkan dengan memakai pasak, sebelum maupun selama mengelas.

B. Mengatur Tegangan

Pada mesin las modern, tegangan pengelasan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Mesin las umumnya mempunyai tegangan 60 – 80 Volt sebelum terjadi busur nyala. Tegangan ini disebut tegangan terbuka atau tegangan atau tegangan pembakar. Bila busur nyala telah terjadi (sedang mengelas) maka tegangan turun menjadi 20 – 40 Volt. Ini dinamakan tegangan kerja. Tegangan kerja disesuikan dengan diameter elektroda.

Untuk elektroda: 1,5 – 5,5 mm tegangan kerja 20 – 30 Volt.
Untuk elektroda: 4,5 – 6,4 mm tegangan kerja 30 – 40 Volt.

C. Mengatur Ampere

Arus pengelasan ditentukan oleh diameter elektroda, tebal bahan, jenis elektroda dan posisi pengelasan. Pengaturan arus dilakukan dengan memutar handel atau knop. Arus pengelasan yang dipakai dapat dilihat/ dibaca pada skala arus, yang terdapat pada mesin las. Perkiraan arus yang dipakai untuk mengelas, dapat dilihat pada table yang tertera pada setiap bungkus elektroda, misalnya sebagai berikut:
diameter (mm) x panjang daerah polaritas arus elektroda (A)
2,6 x 350 45 – 95 AC atau DC

D. Menebalkan Permukaan

Menebalkan benda kerja yang telah aus (poros, bidang-bidang luncur dsb) dapat dilakukan dengan las. Untuk mencapai ukuran yang diperlukan, rigi-rigi las selanjutnya dikerjakan dengan menyekrap atau membubut. Untuk mencegah perubahan bentuk pada bidang datar, maka pengelasan dilakukan berurut dan bergantian pada kedua permukaannya.

E. Posisi - Posisi Pengelasan

Posisi pengelasan ada empat macam:
1. posisi dibawah tangan (lihat w, h)
2. posisi mendatar / horizontal (lihat q)
3. posisi vertical (lihat s)
4. posisi diatas kepala (lihat u)

Lebih lengkapnya klik posisi pengelasan

F. Membuat Rigi - Rigi

Sambungan terisi dengan rata, maka pada permukaan penyambungan diadakan pengayunan elektroda. Batas pemunduran elektroda dan kecepatan pengisian kawah normal. Batas pemunduran elektroda terlalu jauh, atau kecepatan pengisian terlalu lama, sehingga terjadi sambungan rigi-rigi yang tinggi. Batas pemunduran elektroda terlalu pendek atau waktu pengisian terlalu singkat, sehingga terjadi sambungan rigi-rigi yang rendah.

G. Menyambung Rigi - Rigi

Apabila elektroda habis sebelum sampai pada batas pengelasan, maka untuk menyambung kembali, diperlukan cara tertentu. Kualitas penyambungan tergantung pada:

  • kondisi kawah yang akan disambung
  • kecepatan penyambungan
  • batas mundur elektroda

Sebelum penyambungan rigi-rigi dimulai, bersihkan terak sepanjang kira-kira 15 mm (bila ujung kawah masih pijar, penyambungan dapat dilakukan tanpa pembuangan terak).

Busur nyala dimulai 5 – 10 mm dari kanan kemudian elektroda digerakkan kekiri sampai mendekati rigi-rigi yang akan disambung. Kemudian teruskan pengelasan menurut arah yang diperlukan.

H. Mematikan Busur Nyala

Agar ujung akhir rigi-rigi las tidak keropos dan tidak terlalu rendah, maka untuk memutuskan atau melepaskan busur nyala dari benda kerja dibutuhkan teknik tertentu, seperti :

  1. elektroda diangkat, lalu sedikit diturunkan, baru diayun keluar.
  2. elektroda diangkat sedikit lalu diturunkan kembali sambil dilepas dengan mengayunkan kekiri atas.
  3. diperlihatkan cara pelepasan elektroda yang salah.

I. Hasil Rigi - Rigi

Dengan melihat hasil rigi-rigi las dapat diketahui kesalahan-kesalahan pengelasan.

  1. besar arus, kecepatan gerak elektroda dan jarak busur nyala normal.
  2. besar arus, kecepatan gerak elektroda normal, tetapi jarak busur terlalu besar, sehingga terjadi sedikit percikan disekitar rigi-rigi. Selain itu penembusan dangkal.
  3. jarak busur nyala dan kecepatan elektroda normal, tetapi arus terlalu besar sehingga banyak terjadi percikan disepanjang rigi-rigi. Garis-garis rigi-rigi meruncing.
  4. kecepatan gerak elektroda normal, tetapi arus terlalu rendah sehingga rigi-rigi menjadi tinggi dan penembusan dangkal. Penyalaan elektroda sukar.
  5. besar arus, busur nyala normal tetapi kecepatan jalan elektroda terlalu lambat. Rigi-rigi tinggi dan lebar.
  6. besar arus, jarak busur nyala normal tetapi kecepatan jalan elektroda terlalu tinggi, sehingga bentuk permukaan rigi-rigi jelek. Penembusan juga dangkal.

J. Ayunan Elektroda

Untuk mendapatkan rigi-rigi yang lebih besar dan memperdalam penembusan, perlu mengayun elektroda.
lima macam ayunan.
Pengayunan ini terutama penting dilakukan pada pengelasan kampuh V, X, U dan sebagainya.
Cara 1 : tanpa ayunan, untuk pengelasan benda tipis.
Cara 2, 3 : ayunan setengah lingkaran dan ayunan gergaji, untuk pengelasan benda yang tebalnya sedang.
Cara 4, 5 : ayunan segi empat dan segi tiga, untuk pengelasan benda tebal.

K. Tinggi Awal Busur

Bila pengelasan dimulai dipinggir sekali, maka penembusan awal rigi-rigi sering kurang baik.
Untuk mengisi hal ini, maka titik awal pengalaan dimulai kira-kira 10 – 20 mm dari tepi kampuh yang akan dilas.
Elektroda dimundurkan mencapai tepi, lalu dikembalikan kearah lintasan yang diperlukan.
Jarak busur nyala ditinjau dari jenis salutan elektroda digolongkan sebagai berikut:
a. elektroda bersalut sedang, jarak busur = 0,7 d
b. elektroda bersalut tipis, jarak busur = 0,9 d
c. elektroda bersalut tebal (elektroda kontak), jarak busur = 0,8 d
d. elektroda bersalut sedang mengandung ferro, jarak busur = 0,8 d
catatan:
d = diameter kawat elektroda
d‾ = jarak busur nyala

L. Menyalakan Elektroda

Elektroda dapat dinyalakan dengan dua cara, yaitu:
1. cara sentakan
2. cara goresan
Pertama ialah elektroda diturunkan lurus sampai menyentuh benda kerja dan langsung diangkat (cepat) sampai jarak kira-kira 1x diameter elektroda.
Kemudian diturunkan sampai terjadi tinggi busur yang diinginkan (kira-kira 0,8 x diameter elektroda)

Kedua ialah seperti menggoreskan korek api. Setelah busur terjadi tinggi nyala dipertahankan kira-kira 0,8 kali diameter elektroda diatas bidang kerja.

Arah penggoresan dapat kekiri maupun kekanan
Pasanglah tameng, sebelum elektroda menyala.
Perpendekan elektroda, harus diikuti dengan penurunan tangan, agar sudut elektroda dan tinggi busur tetap dapat dipertahankan

M. Menjepit Elektroda

Sebelum bekerja, semua kelengkapan keselamatan kerja harus disiapkan.
Jepitlah ujung elektroda pada bagian yang tidak bersalut.
Elektroda harus dijepit dengan kuat pada tang.

No comments:

Post a Comment